"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Saturday, October 27, 2012

Saya membenci hujan di Jakarta.

Source: google images


Pagi ini Jakarta hujan…
Hujan yang lama tak datang ini membuat saya berimajinasi lagi. Imajinasi yang ingin saya bagi denganmu,seperti isi whatsapp saya tadi pagi. Hujan pagi hari dan weekend, saya tak ingin kemana-kemana. Saya hanya ingin mengobrol sambil menikmati kopi denganmu. Duduk sambil melihat hujan dari balik jendela, dan mendengarnya yang sedang berjatuhan di atap rumah. Lovely..

Di obrolan itu, saya mau cerita tentang senangnya menikmati hujan saat kecil. Berlari-larian di halaman rumah, tertawa, dan lari lagi. Suatu hal yang tak mungkin dilakukan ketika hujan hilang. Aroma tanah yang tersapu air hujan itu sangat khas, mampu membuat terbuai seperti kue yang baru keluar dari oven.

Tapi tiba-tiba imajinasi itu hilang, menguap, dan hancur. Semua karena bau comberan, ya comberan. Di Jakarta ini tidak ada lagi bau tanah yang bercumbu dengan air hujan. Semua tanah telah ditutup oleh cor-coran semen. Membuat kubangan yang ketika hujan meluber dan merusak keindahan hujan.
Saya membenci hujan di Jakarta.

Ayolah kita pulang, menikmati kopi di balik jendela, mengobrol, dan bila hujan bertambah deras, ayo kita keluar, merasakan hujan, mencium aroma tanah, dan berlarian.

Menteng, 27102012, 1:11 PM

2 comments:

  1. samaaaa...
    tapi jgn di jakarta, aku pengen ujan2 di kampung aja, baunya masih seger, bisa gulung2 di tanah jugak :D

    ReplyDelete

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.