"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Friday, October 19, 2012

Rumah; the place that i call home beside your heart.


source: maaf saya lupa :(

Saya mau punya rumah seperti ilustrasi diatas. Benar-benar minimalis, dan nggak ribet. itu adalah rumah yang saya ingin saat ini, saat masih single atau mungkin nanti sampai saat saya menikah. Namun ketika punya anak, saya butuh ruangan lebih besar agar bisa membuat anak saya bebas berlarian. Dengan kata lain, itu adalah pilot project, tahap awal rumah saya, amiiinnn J

Dibesarkan di sebuah desa kecil, membuat saya tidak mengenal istilah, tidak ada lahan. Wong halaman saya di rumah saja masih bisa buat parkir sampai 10 mobil mungkin (bukan sombong, tapi memang begitu keadaannya). Bisa dibuktikan saat Lebaran, ketika rumah saya dijadikan basecamp mudik, semua mobil bisa masuk dan tak ada yang di luar pagar. Jadi sebenarnya kalau ada rumah yang menawarkan garasi luas, mampu menampung 5 mobil, saya tidak begitu heran kok.

Sudah menjadi karakteristik rumah di desa mungkin, mereka selalu ingin membuat rumah besar, banyak ruang, dan lahan lebar. Ayah saya salah satu orang yang masih mempunyai prinsip itu. Bahkan ketika ruangan yang ada dirasa kurang menampung banyak orang ketika ada acara besar, yang dipikirkan ayah adalah rumah ini kurang besar.

Terkadang saya yang selalu repot dengan pola pikir ayah ini, karena bagaimanapun anak-anaknya yang harus membersihkannya, termasuk saya. Menyapu teras rumah saja bisa sampai lima menit, ruang tamu sampai dapur di belakang bisa sampai setengah jam atau lebih. Itu masih menyapu, bagaimana bila ditambah dengan mengepelnya?. Mungkin itu juga salah satu alasan keluarga kami tidak ada yang gendut, untuk bersih-bersih saja bisa membakar ribuan kalori.

Salah satu teman saya yang main ke rumah pernah berujar, “enak ya rumahnya bisa buat lari-larian”, emangnya lapangan??. Dari salah satu faktor tersebut saya akhirnya berprinsip tidak mau rumah yang terlalu luas. Kalaupun anak-anak saya nanti membutuhkan lahan bermain, mereka akan saya bawa ke rumah kakek neneknya, simple kan?. Meskipun tidak setiap hari, namun justru berlibur ke rumah kakek nenek akan menjadi sebuah momen yang paling ditunggu.

Melihat lagi gambar yang saya pasang di postingan kali ini. Gambar tersebut adalah rumah seorang berkebangsaan belanda sepertinya, saya lupa. Tapi yang pasti dilihat dari gambar paling awal itu adalah sketsa rancangan bila dilihat dari atas. Rumah tersebut kecil, benar-benar kecil namun tidak banyak sekat yang akan memperkecil. Si empunya rumah lebih menggunakan sekat perabot untuk menjelaskan perbedaan fungsi masing-masing ruang.

Awalnya begitu masuk kita langsung bertemu gantungan jaket dan lemari di sebelah kanan, dan kamar mandi di sebelah kiri. Lemari ini bisa untuk menyimpan sepatu, toolbox untuk obeng, tang dll, yang pasti bukan baju. Konsep kamar mandinya sendiri adalah shared bathroom, bagi pemilik dan bila ada tamu. Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah; karena dipergunakan untuk tamu juga, maka pemilik harus benar-benar meninggalkan kamar mandi dalam keadaan bersih.

Ruangan selanjutnya adalah ruang tamu, kamar tidur, dapur, ruang makan, semua jadi satu karena memang hanya itu yang tersisa. Kamar tidur langsung bersebelahan dengan dapur, ruang tamu sekaligus ruang keluarga dan ruang makan. Namun, tetap memberikan perbedaan dengan perabotnya.

Versi saya agak berbeda, untuk bagian paling depan akan tetap sama, yang beda adalah ketika masuk kamar tidur tidak saya letakkan di sebelah kanan atau langsung dan tidak bersekat. Saya akan meletakkan di pojok kiri atas (lihat sketsa) dengan memberi pintu. Bagaimanapun kamar tidur adalah sebuah ruang privat bagi keluarga. Kamar tidur adalah ruang intim dimana kita jarang mengundang orang asing, sementara ruang depan atau parlour dipandang sebagai tempat yang cocok untuk pertemuan (dari buku cultural studies, chris barker). Selain merubah letak, sebuah jendela kecil juga akan saya tambahkan.

Ruang tamu akan saya letakkan di tempat kamar tidur sebelumnya, karena ini rumah saya sampai saya menikah dan belum punya anak, jadi ruang tamu itu masih cukup untuk menampung tamu yang mungkin dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Kalaupun kurang maka ruang yang tersisa bisa menjadi sasarannya. Ruang yang tersisa dan porsinya lumayan luas adalah ruang keluarga dan ruang kerja. Sofa atau kursi akan saya letakkan dengan menghadap tembok, karena saya akan meletakkan televisi disana. Ada penyekat, sebuah rak buku untuk membedakan ruang kerja yang mungkin hanya cukup untuk meja computer. toh, sudah ada laptop, jadi bekerja juga bisa dilakukan di kamar.




Namun, tetap seperti design awal di atas juga tidak ada salahnya, tapi menambah pintu untuk kamar tidur itu tetap wajib. Kalau kamar tidur saya pindah, akan ada sekat dan ruangan jadi terlihat sempit, padahal konsep diatas kan memang menghindari kesan sempit di ruangan sempit. Hmmmm, intinya sebagai sebuah tahap awal, saya mau rumah seperti itu, simple, nggak ribet, nggak butuh waktu lama untuk membersihkan, kesan sangat nyaman, dan bikin betah, that's all.  




Sepertinya berimajinasi tentang rumah yang minimalis yang benar-benar mini sudah cukup. Kalau ayah saya tahu keinginan saya ini pasti tidak setuju. Tapi yah, rumah ini sampai saya berkeluarga dan belum punya anak saja kok, untuk selanjutnya kita bisa menambah lantai dua, tiga atau mungkin empat untuk perluasan. Mengingat ketika saya punya rumah nantinya lahan kosong pasti sudah semakin sempit, Indonesia kan sangat produktif untuk urusan menambah jumlah penduduk? :D

Untuk lelakiku yang nantinya menjadi suami saya, kamu setuju gak ya?? hmmm, mungkin kamu punya ide?

Menteng, 171012, 09:52 PM


0 komentar:

Post a Comment

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.