
Pernahkah kita membayangkan bagaimana bila kita tidak mempunyai suatu bahasa?
Pernahkah kita membayangkan bagaimana bila bahasa itu hanya mempunyai satu kata?
Pernahkah kita membayangkan bagaimana bahasa mampu membuat kita terlihat pintar, atau konyol?
Mungkin saat ini perlu kita bayangkan dan kita pikirkan semua itu.
Ketika kita tidak mempunyai sebuah bahasa mungkin sampai saat ini kita hanya mampu berkomunikasi secara non-verbal, padahal kita sendiri tahu kalau non-verbal mempunyai bermacam arti di setiap tempat dan bisa dikatakan terbatas. Kita bisa mengatakan tidak dengan menggelengkan kepala, tapi ketika kita melakukan di India mereka punya arti sendiri, buat mereka gelengan kepala menunjukkan tanda persetujuan atau jawaban “iya”. Keterbatasn itu pula yang bisa akan membuat kita berselisih.
Bahasa hanya dengan satu kata?. Mengingatkan pada film ERRRRRR, sebuah film dengan latar belakang zaman sebelum masehi, masyarakat primitif yang mempunyai nama sama dalam satu daerah. Maka ketika memanggil seseorang, justru banyak orang yang akan menoleh karena memiliki nama yang sama. Atau bila semua benda di dunia diberi nama hitam, maka ketika ingin berkata “aku cinta kamu” yang keluar justru “hitam hitam hitam”. Alangkah menyedihkan bukan?.
Selanjutnya, bahasa mempunyai sebuah kekuatan yang akan menunjukkan siapa diri kita. Banyak istilah mengatakan “you are what you wear”, “you are what you eat”, dan istilah “you are what you say” akan menunjukkan bahwa pemilihan kata dalam berbahasa akan menunjukkan tingkat intelektualitas kita atau hanya show your stupidities.
Bersyukur Tuhan menciptakan dunia dengan dipenuhi keanekaragaman, dunia tidak hanya berbentuk satu daratan tanpa dipisah dengan laut dan samudera, manusia tidak hanya berasala dari satu ras dan suku, dan bahasa tidak hanya Bahasa Indonesia, tidak hanya Bahasa Inggris. Bahkan di Indonesia sendiri kita akan menjumpai beragam bahasa daerah karena Indonesia yang berbeda-beda namun tetap satu jua.
Sebuah cerita saat ada presentasi di satu mata kuliah mempermasalahkan tentang bahasa. Seorang mahasiswa dengan background dari keluarga Cina menanyakan kenapa Bahasa Inggris mampu menjadi bahasa Internasional mengingat jumlah masyarakat Cina lebih mendominasi populasi dunia. Permasalahan yang ada terjawab dengan mengingatkan bahwa sejarah memang tidak bisa kita lupakan. Ketika masyarakat dunia telah mengenal Bahasa Inggris, saat itu masyarakat cina belum dilirik oleh dunia (mungkin ini istilah kasarnya). Kita bisa mempermudah alasannya, Bahasa Inggris mampu menjadi bahasa Internasional bahkan sampai saat ini karena masyarakatnya telah lebih pintar dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan dibandingkan dengan masyarakat dari belahan benua lain. Budaya mereka termasuk sebuah budaya tinggi atau high culture, sebut saja musik klasik -yang mungkin bagi sebagian orang sebuah music nina bobo'- dianggap sebagai sebuah perwujudan musik yang dinikmati oleh orang-orang yang mempunyai kelas, sedangkan musik lainnya disebut sebuah budaya rakyat atau budaya populer.
Sampai saat ini orang yang menggunakan Bahasa Inggris akan dipandang “wah pintar ya”??. That’s the power of language. Kita bisa melihat lagi-lagi dari musik atau lagu dengan lirik Inggris akan terasa lebih prestise jika disbanding dengan lagu dengan lirik bukan Bahasa Inggris. Sebut saja lagu dari band-band melayu yang mendayu-dayu akan dikatakan kampungan, sedangkan band yang bisa membuat lagu dengan bahasa Inggris akan dikatakan keren. Mungkin sebaiknya kita lihat lirik lagu ini;
So many nights, I'd sit by my window,
Waiting for someone to sing me her song.
So many dreams, I kept deep inside me,
Alone in the dark, but now you've come along.
Sekarang kita coba terjemahkan dalam bahasa Indonesia;
Banyak malam kulalui dengan duduk di dekat jendela
Menunggu seseorang untuk bernyanyi
Banyak mimpi yang kusimpan
Sendiri di kegelapan, dan kini kamu telah datang
Lagu 'You Light up my life' yang di aransemen ulang oleh Westlifetersebut mampu membuat salah satu teman saya meleleh setiap kali mendengarnya, tapi bagaimana kalau lagu tersebut diterjemahkan dan coba dinyanyikan oleh band melayu, dengan aransemen mereka sendiri??. Maka mungkin orang akan merasa sedikit terganggu dengan lirik lagu yang cengeng.
Teman saya yang lain mengatakan bahwa lagu bahasa inggris terlihat keren karena pronunciation kata-kata yang tidak datar, ketika mereka mengucapkan love, maka ada penekanan pada huruf L, dan itu juga akan ditemukan pada kata-kata lain. Jadi, pelafalan kata-kata mereka memang sudah menunjukkan ekspresi sendiri, dan akan terlihat lebih indah dalam sebuah lagu. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, cara pelafalan cinta dengan benci sepertinya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. (saat membaca paragraf ini mungkin saat ini anda sedang mempraktekan kata tersebut)
Sekarang, kita tinggalkan perdebatan antara lirik lagu, kita kembali pada kekuatan bahasa. Bahasa bukanlah sesuatu yang diucapkan atau tertulis dengan tidak memiliki arti apapun. Bahasa juga sesuatu yang dinamis, dalam pelajaran Bahasa Indonesia kita pernah mengenal istilah Peyorasi dan Ameliorasi. Kebetulan Ibu saya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan mengajarkan saya cara mudah membedakan dua istilah tersebut. Pada peyorasi maka ingat kata peyok (dalam bahasa jawa berarti pesok, atau bentuknya tidak baik lagi), sehingga peyorasi berarti bahasa tersebut memiliki arti menyempit, misalnya kata Ibu, secara peyorasi Ibu adalah seseorang yang melahirkan kita. Namun secara ameliorasi atau bahasa yang mengalami perluasan makna, Ibu bisa berarti panggilan hormat pada perempuan paruh baya, Ibu juga akhir-akhir ini jadi bahasa gaul anak-anak muda untuk menyebut temannya (gimana kabarnya bu, aduh bu tau nggak sih…, dsb).
Bahasa tertulis tidak bisa kita abaikan, dan jangan pernah berpikir bahwa bahasa tertulis tidak mampu menghadirkan ekspresi tertentu pada manusia. Istilahnya bahasa tertulis bukan sebuah benda mati. Misalnya ketika kita membaca buku, tidak mungkin wajah kita akan berekspresi sama dari awal halaman sampai titik terakhir buku. Terlebih buku yang kita baca adalah novel, kita pasti akan tersenyum, mengerutkan alis ketika inti cerita mulai tegang, atau bahkan kita bisa menangis. Bukankah ini menunjukkan bagaimana seorang pengarang novel mampu merangkai kata-kata menjadi sesuatu yang indah, sedih, merangsang, bahkan menakutkan bagi pembacanya.
Bahkan artikel yang sedang anda baca ini mungkin akan membuat anda kembali berpikir apa sebenarnya bahasa itu??.
@home, 2nd October 2010, 10.30 PM
setuju sekali
ReplyDelete