"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Monday, April 4, 2011

Idola: Sebuah filosofi mimpi

Tulisan ini berawal dari curhat seorang teman yang mendapat tanggapan sebelah mata beberapa orang ketika ia menceritakan akan idolanya. Namun curhat ini hampir sama dengan yang saya rasakan, sehingga sesi curhat jadi sharing. Saya sendiri juga sering mendapat komentar yang kurang sehat di telinga saya. Banyak teman-teman saya yang bukannya salah tapi tidak sependapat dengan saya, selalu berkata bahwa saya ini hanya bermimpi, mimpi yang tidak mungkin karena mimpi itu tidak masuk akal. Namun, menurut saya, tanggapan tersebut justru menurut saya tanggapan yang tidak masuk akal. Banyak orang yang mengidolakan SBY, meskipun saya tidak, namun ketika ada yang memuja SBY, saya bahkan tak punya keinginan untuk mencibir, mencela, atau apalah, karena menurut saya itu wajar.

Teman saya itu sangat mengidolakan apapun yang mempunyai unsur dan berbau korea. Sebut saja se7en yang dikatakan “mantan suaminya” lalu sekarang hongki “her pop corn” atau nama lain dari brondong. Dia merasa tidak ada yang salah dengan memberikan mereka stempel “idola” karena menurutnya dengan memiliki idola itu sama dengan memiliki mimpi, mimpi ingin bertemu idola, sesuatu yang sangat wajar dan manusiawi. Dan saya sangat menyetujuinya. Teman saya yang lain juga berkomentar “Korea itu tidak jauh kita bisa kesana dan dengan kata lain bertemu dengan mereka itu sangat mungkin”. Saya juga menyetujui komentar ini, karena selama kita mengidolakan sosok yang masih berwujud sama dengan kita a.k.a manusia, kita masih sangat bisa menjangkaunya. Dari komentar teman saya itu saya juga berkata pada diri sendiri bahwa probabilititas itu ada.

Siapa tahu saya setelah lulus bisa sekolah di london?
Siapa tahu di London saya bertemu Beckham (idola sepanjang masa dan tiada tara)?
Atau teman saya tadi karena keinginannya bertemu idola akhirnya berusaha bisa bekerja di korea, banyak kan orang Indonesia yang bekerja disana!!!
Dan banyak sebuah mimpi akan idola, yang benar-benar terjadi…
Katie holmes, sebelum menjadi artis pernah berkata pada poster Tom Cruise yang tertempel di kamarnya, dia berkata kira-kira seperti ini “ we’ll get married”, dan itu terjadi.
Mira Lesmana, bicara pada foto matias mutchus di suatu majalah, “ini suami gue nantinya”. Dan ini juga terjadi.
Karena mereka tidak hanya diam bila punya idola, meskipun menurut orang-orang dan menurut kita itu tidak masuk akal.

Benar-benar tidak ada yang salah dengan mempunyai idola.
Selama kita bisa bersifat positif, idola juga akan memberikan efek positif. Adik teman saya saat ini sedang belajar drum karena dia edang mengidolakan pemain drum. Teman saya belajar bahasa korea agar dia bia berkomunikasi dengan idolanya. Teman saya lagi, belajar bahasa inggris sejak ia mengenal westlife dan ini sudah terbukti, she can speak well!!!
 
Sedangkan saya sendiri, selain mengidolakan beckham saya suka dengan Barra Pattiradjawane “si tukang masak” dan saya benar-benar ingin bisa masak, dan saya ingin sekolah masak, dan saya juga ingin punya sebuah coffeeshop atau kafe dengan makanan by myself. Masalah beckham sebagai idola saya sepanjang masa dan tiada tara, sejak dulu saya selalu ingin membuat buku tentangnya.

Apakah yang saya uraikan tadi masih harus dikomentari dengan sarkas? Menurut saya tidak ada yang salah dan tidak akan pernah salah dengan mempunyai idola, selama kita masih bisa berpikir rasional. Belajar bahasa korea karena mengidolakan artis korea, belajar masak karena mengidolakan seorang chef, belajar drum karena mengidolakan pemain drum. Bila seperti itu yang terjadi maka seorang idola jelaslah menjadi sebuah motivasi.

0 komentar:

Post a Comment

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.