 |
source: maaf saya lupa :( |
Saya mau punya rumah seperti ilustrasi diatas. Benar-benar
minimalis, dan nggak ribet. itu adalah rumah yang saya ingin saat ini, saat
masih single atau mungkin nanti sampai saat saya menikah. Namun ketika punya
anak, saya butuh ruangan lebih besar agar bisa membuat anak saya bebas
berlarian. Dengan kata lain, itu adalah pilot
project, tahap
awal rumah saya, amiiinnn J
Dibesarkan di sebuah desa kecil, membuat saya tidak mengenal
istilah, tidak ada lahan. Wong halaman saya di rumah saja masih bisa buat
parkir sampai 10 mobil mungkin (bukan sombong, tapi memang begitu keadaannya).
Bisa dibuktikan saat Lebaran, ketika rumah saya dijadikan basecamp mudik,
semua mobil bisa masuk dan tak ada yang di luar pagar. Jadi sebenarnya kalau
ada rumah yang menawarkan garasi luas, mampu menampung 5 mobil, saya tidak
begitu heran kok.
Sudah menjadi karakteristik rumah di desa mungkin, mereka selalu
ingin membuat rumah besar, banyak ruang, dan lahan lebar. Ayah saya salah satu
orang yang masih mempunyai prinsip itu. Bahkan ketika ruangan yang ada dirasa
kurang menampung banyak orang ketika ada acara besar, yang dipikirkan ayah
adalah rumah ini kurang besar.
Terkadang saya yang selalu repot dengan pola pikir ayah ini,
karena bagaimanapun anak-anaknya yang harus membersihkannya, termasuk saya.
Menyapu teras rumah saja bisa sampai lima menit, ruang tamu sampai dapur di
belakang bisa sampai setengah jam atau lebih. Itu masih menyapu, bagaimana bila
ditambah dengan mengepelnya?. Mungkin itu juga salah satu alasan keluarga kami
tidak ada yang gendut, untuk bersih-bersih saja bisa membakar ribuan kalori.
Salah satu teman saya yang main ke rumah pernah berujar, “enak ya
rumahnya bisa buat lari-larian”, emangnya lapangan??. Dari salah satu faktor
tersebut saya akhirnya berprinsip tidak mau rumah yang terlalu luas. Kalaupun
anak-anak saya nanti membutuhkan lahan bermain, mereka akan saya bawa ke rumah
kakek neneknya, simple kan?. Meskipun tidak setiap hari, namun justru
berlibur ke rumah kakek nenek akan menjadi sebuah momen yang paling ditunggu.
Melihat lagi gambar yang saya pasang di postingan kali ini. Gambar
tersebut adalah rumah seorang berkebangsaan belanda sepertinya, saya lupa. Tapi
yang pasti dilihat dari gambar paling awal itu adalah sketsa rancangan bila
dilihat dari atas. Rumah tersebut kecil, benar-benar kecil namun tidak banyak
sekat yang akan memperkecil. Si empunya rumah lebih menggunakan sekat perabot
untuk menjelaskan perbedaan fungsi masing-masing ruang.
Awalnya begitu masuk kita langsung bertemu gantungan jaket dan
lemari di sebelah kanan, dan kamar mandi di sebelah kiri. Lemari ini bisa untuk
menyimpan sepatu, toolbox untuk obeng, tang dll, yang pasti bukan baju. Konsep
kamar mandinya sendiri adalah shared
bathroom, bagi pemilik dan bila ada tamu. Satu hal penting yang perlu
diperhatikan adalah; karena dipergunakan untuk tamu juga, maka pemilik harus
benar-benar meninggalkan kamar mandi dalam keadaan bersih.
Ruangan selanjutnya adalah ruang tamu, kamar tidur, dapur, ruang
makan, semua jadi satu karena memang hanya itu yang tersisa. Kamar tidur
langsung bersebelahan dengan dapur, ruang tamu sekaligus ruang keluarga dan
ruang makan. Namun, tetap memberikan perbedaan dengan perabotnya.
Versi saya agak berbeda, untuk bagian paling depan akan tetap
sama, yang beda adalah ketika masuk kamar tidur tidak saya letakkan di sebelah
kanan atau langsung dan tidak bersekat. Saya akan meletakkan di pojok kiri atas
(lihat sketsa) dengan memberi pintu. Bagaimanapun kamar tidur adalah sebuah
ruang privat bagi keluarga. Kamar tidur adalah ruang intim dimana kita jarang
mengundang orang asing, sementara ruang depan atau parlour dipandang
sebagai tempat yang cocok untuk pertemuan (dari
buku cultural studies, chris barker). Selain
merubah letak, sebuah jendela kecil juga akan saya tambahkan.
Ruang tamu akan saya letakkan di tempat kamar tidur sebelumnya,
karena ini rumah saya sampai saya menikah dan belum punya anak, jadi ruang tamu
itu masih cukup untuk menampung tamu yang mungkin dalam jumlah yang tidak
terlalu banyak. Kalaupun kurang maka ruang yang tersisa bisa menjadi
sasarannya. Ruang yang tersisa dan porsinya lumayan luas adalah ruang keluarga
dan ruang kerja. Sofa atau kursi akan saya letakkan dengan menghadap tembok,
karena saya akan meletakkan televisi disana. Ada penyekat, sebuah rak buku
untuk membedakan ruang kerja yang mungkin hanya cukup untuk meja computer. toh,
sudah ada laptop, jadi bekerja juga bisa dilakukan di kamar.
Namun, tetap seperti design awal di atas juga tidak ada salahnya,
tapi menambah pintu untuk kamar tidur itu tetap wajib. Kalau kamar tidur saya
pindah, akan ada sekat dan ruangan jadi terlihat sempit, padahal konsep diatas
kan memang menghindari kesan sempit di ruangan sempit. Hmmmm, intinya sebagai
sebuah tahap awal, saya mau rumah seperti itu, simple, nggak ribet, nggak butuh
waktu lama untuk membersihkan, kesan sangat nyaman, dan bikin betah, that's all.
Sepertinya berimajinasi tentang rumah yang minimalis yang
benar-benar mini sudah cukup. Kalau ayah saya tahu keinginan saya ini pasti
tidak setuju. Tapi yah, rumah ini sampai saya berkeluarga dan belum punya anak
saja kok, untuk selanjutnya kita bisa menambah lantai dua, tiga atau mungkin
empat untuk perluasan. Mengingat ketika saya punya rumah nantinya lahan kosong
pasti sudah semakin sempit, Indonesia kan sangat produktif untuk urusan
menambah jumlah penduduk? :D
Untuk lelakiku yang nantinya menjadi suami saya, kamu setuju gak
ya?? hmmm, mungkin kamu punya ide?
Menteng, 171012,
09:52 PM