"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Friday, January 27, 2012

Childhood obsession (Part 1)

my little Jingga, the sweetest niece ever. 

Pagi ini, seperti biasa, saya terbangun karena merasa ketidaknyamanan dalam buaian mimpi, ternyata saya tidur masih memakai jeans. Hal yang saya sadari ternyata 'kebiasaan' saya bila sudah terlalu lelah, tidur dimanapun dalam keadaan apapun ;). Tapi saya masih meyakini bahwa tidak ada yang senikmat tidur dengan daster :P.

Setelah terbangun, jam produktif pencarian inspirasi dimulai. Buka lepixio, nama laptop saya, (saya memang punya kebiasaan menamai benda mati di sekitar saya, karena menganggap mereka harus diperlakukan selayaknya makhluk,personifikasi. kapan2 akan saya bahas lebih detail), connecting ke internet, mulai browsing. Dan, mata saya terhenti di sebuah judul tulisan seseorang, yang akhirnya saya jadikan judul tulisan ini, dengan isi yang berbeda tentunya.

Saya sekejap serasa terbang melewati lorong waktu, kembali ke masa kecil, berusaha mengingat obsesi masa kecil saya. Namun semua yang terlihat hanya kaleidoskop, slideshow secepat kilat tentang masa kecil saya. Sepertinya saya butuh waktu sejenak untuk benar-benar bisa menemukan My Childhood Obsession.

Sedikit yang terlintas dalam kaleidoskop itu, berisi tentang uraian cita-cita. Anak kecil selalu ditanya apa cita-citanya?, kalau besar mau jadi apa?. Lalu mengapa pilihan yang diberikan juga tidak pernah jauh dari dokter, polisi, guru, insinyur, dimana ketika kita dewasa, kita tidak hanya menjumpai profesi-profesi itu. Bukankah seharusnya masa kecil itu dimaksimalkan untuk membangun imajinasi se-absurd mungkin, bermain tak kenal waktu, menikmati masa kecil. Kalau sudah seperti itu kan, tidak akan muncul istilah "masa kecil kurang bahagia". Dengan memberikan kebebasan, seorang anak pasti akan menemukan sendiri apa yang mereka mau. pertanyaan saya lagi, kenapa ketika dewasa pertanyaan cita-cita ini tidak pernah ditanyakan ya??

Sebaiknya saya sekarang memanfaatkan ruangan pribadi saya untuk kembali berimajinasi ke masa kecil. Ketika saya kembali, saya akan ungkapkan semua obsesi masa kecil saya, tanpa terkecuali. (to be continued). 

menteng,  270112, 1:34PM 

Tuesday, January 24, 2012

Lingkaran Kesunyian; Spiral of silence.



source: http://www.facebook.com/pages/Ocra-Photography/203383449679611

“kelompok monoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas”

Setiap orang sering punya pendapat, namun sedikit yang mengungkapkannya.
Setiap orang sering tidak sependapat, namun memilih untuk diam.
Setiap orang sering masuk dalam lingkaran kesunyian, spiral of silence.
Karena, setiap orang merasa berada dalam wilayah minoritas.

Ironis memang sebuah keadaan kaum minoritas yang meski jumlah mereka mayor, kalah dengan mayoritas yang lebih memiliki andil dibalik keminoran mereka. Hal inilah yang dalam ilmu komunikasi disebut dengan keadaan “spiral of silence”, lingkaran kesunyian. Teori ini dikemukakan oleh Elisabeth Noelle-Neuman, yang memberikan gambaran mengenai hubungan antara pendapat mayoritas dengan minoritas dalam suatu kelompok masyarakat.

Perbedaan pendapat masyarakat minoritas dan mayoritas adalah manifest dan laten. Opini yang bersifat laten dari masyarakat minoritas ini berkembang di tingkat bawah yang tersembunyi karena tidak sejalan dengan opini publik mayoritas yang bersifat manifes (nyata di permukaan), dan itulah inti dari teori ini. Sekarang mari kita improvisasi dengan realisasi yang lebih sederhana, karena seperti maksud dari blog saya, piece of cake, ingin membuat segala hal itu mudah dimengerti.

Misalnya saja dari gambar yang saya jadikan analogi teori ini, (lihat gambar diatas J). Sepintas kita akan melihat sebuah kaum yang bisa kita sebut “wong cilik” ini sedang pasrah, menerima nasib bahwa dia memang tempatnya di bawah, tak dapat tempat duduk. Bisa juga hanya kesan dramatis yang disengaja diambil dari sudut pengambilan gambar oleh si photographer, teman saya, sebut saja atam, karena itu memang namanya. Kita secara sadar atau tidak dibawa masuk ke dalam maksud dari efek pengambilan gambar. Tapi kita tidak pernah menilai dari sudut pandang “lelaki bersandal pink ini”.

Pernahkah kita berpikir bahwa lelaki bersandal pink ini lebih nyaman dengan duduk di bawah. Dia ingin melihat realita dengan sudut pandang yang berbeda. Kita saja yang kadang terlalu memberikan generalisasi pada “wong cilik”, mungkin perasaan iba atau kasihan. Padahal mereka sendiri kadang tidak suka dengan perasaan itu. Mungkin perlu diingat, jangan mengasihani seseorang bila kau tak mampu memberi solusi. Lalu intinya dengan spiral of silence?, kalau menurut perspektif saya, pendapat lelaki tentang zona nyaman ia naik kereta tidak terungkap, dan kita terlalu berpikir general, ikut mayoritas.

Contoh lain, akan saya ilustrasikan dengan lebih mudah, sebuah pengalaman pribadi selama perjalanan tiap hari, pulang pergi ke kantor dengan metromini. Berita tentang kendaraan keluar masuk jalur busway menjadi isu nasional, bahkan pernah salah satu menteri harus meminta maaf di media massa karena tertangkap basah masuk jalur busway. Namun ternyata hal itu tidak berhenti, saya masih sering keluar masuk jalur busway, bersama metromini dan semua penumpangnya. Setiap kali berada di dalam jalur saya hanya bisa diam, mau turun toh tidak akan merubah keadaan, justru akan dilihat merepotkan oleh orang lain. Saya menjadi minoritas di dalam metromini, pendapat saya menjadi laten.

Satu lagi, jangan pernah mengira bahwa setiap rombongan mobil berplat merah di kawal vooridjer itu selalu bersifat penting, darurat, dan patut didahulukan. Saya pernah berada di dalam bus suatu kementerian di Indonesia. Mereka menggunakan fasilitas vooridjer hanya untuk menghindari macet, padahal mereka di dalam bus hanya tidur, karaoke, dan bercengkerama tanpa alur yang jelas. Namun saya menggunakan fasilitas itu dan tidak menikmatinya.

Ah, terkadang kita perlu mendengarkan pendapat lelaki bersandal pink ini.

Tebet, 240112, 01:02 PM

Thursday, January 19, 2012

kangen hujan

Sibuk mencari kesibukan, namun akhirnya justru menghentikan semua kegiatan. Merindukan suasana setelah hujan reda.

Siang ini dan sudah beberapa hari ini suasana ruangan kantor panas, dalam arti sebenarnya, karena AC sudah saatnya dibersihkan. Setelah melihat twitter @infojakarta yang menyebutkan bahwa Jakarta siang ini 35,1 derajat Celcius, mendekati suhu tubuh normal manusia. Dengan fakta itu, berarti serasa dipeluk seharian, sampek sesek sendiri kan??

Saya tidak suka hujan, bukannya mau manja atau apa, tapi efek setelah hujan itu yang berkepanjangan, terutama hujan yang cuma rintik-rintik. Menurut saya hujan rintik-rintik itu nanggung, tapi fatal banget, soalnya karena tidak terlalu basah akhirnya bikin males ganti baju, ujungnya beromansa dengan flu. Beda dengan hujan deras, kita pasti akan langsung mandi dan ganti baju, mencari kehangatan.

Tapi, meskipun saya nggak suka dengan hujan, saya sangat suka dengan saat hujan reda. Klise? iya, karena bagaimanapun juga saya harus tetap menunggu datangnya hujan agar menemui hujan reda. Mungkin lebih tepatnya saya tidak menyukai terkena hujan, karena saya sangat menikmati hujan saat tidak perlu berbasahan dengannya. Ketika dalam rumah, saat sedang tidak melakukan apapun, saat itu semua ide sepertinya mengalir deras seperti hujan.

Terlebih saat hujan reda, merasakan udara sejuknya, suasana romantis langsung terlintas. Melihat jalanan yang lenggang dan basah membuat imajinasi semakin melambung. Ranting kering jadi lembab dan patah jatuh berserakan, bulir air yang menggelayut manja seolah mereka tak mau lepas dari ujung daun dan kelopak bunga. Langit yang berwarna biru jernih semakin memperlihatkan luasnya, dan klimaksnya saat pelangi penuh warna terlukis di birunya langit.

baiklah, saya semakin merindukan saat hujan reda, dan semakin merindukan kamu..

menteng, 190112, 4.25PM

Wednesday, January 18, 2012

(masih) Rasis???, you should read this!!!

When I Die
by Mattie Stepanek

When I die, I want to be
A child in Heaven.
I want to be
A ten-year-old cherub.
I want to be
A hero in Heaven,
And a peacemaker,
Just like my goal on Earth.
I will ask God if I can
Help the people in Purgatory.
I will help them think,
About their life,
And their spirits,
About their future.
I will help them
Hear their Heartsongs again,
So they can finally
See the face of God,
So soon.
When I die,
I want to be,
Just like I want to be
Here in Earth.

November 1999

©Matthew Joseph Thaddeus Stepanek (1990-2004),
He was written this poetry when he was 9

Monday, January 16, 2012

Posting yang terlewat

Pagi itu aku korupsi waktu, well mungkin korupsi waktu terlalu muluk-muluk. Aku yang seharusnya melanjutkan mengerjakan skripsi lebih memilih membuka folder lain. Folder movie, lebih menarik ternyata, dan ada satu film yang belum terjamah, The Blind Side.
Aku tidak mau memberikan synopsis film, aku hanya menyarankan untuk melihat film ini. Bahasa pasarnya, high recommended movie. Sebuah film tentang pilihan hidup, tepatnya keberanian untuk mengungkapkan pilihan hidup. Menurutku, semua isi film terangkum dalam sebuah tulisan si tokoh utama, Michael Oher;

Courage is a hard thing to figure
You can have courage based on a dumb idea or mistake,
but you’re not supposed to question adults or your coach or your teacher because they make rules.
Maybe they know best, but maybe they don’t.
It all depends on who you are, where you come from.
Didn’t at least one of the 600 guys think about giving up and joining the other side?
I mean, Valley of Death, That’s pretty salty stuff.
That’s why courage is tricky.
Should you always do what others do?
Sometimes you might not even know why you’re doing something.
I mean, any fool can have courage.
But honor, that’s the real reason you either do something or you don’t.
It’s who you are and maybe who you want to be.
If you die trying for something important, then you have honor and courage, that’s pretty good.
I think that’s what the writer was saying, that you should hope for courage and try for honor.
And maybe even pray that the people telling you what to do have some too.
-Michael Oher-

Andai mengungkapkan sebuah pilihan semudah menikmati rintik hujan dari balik jendela 

Malang, 20 agustus 2010, 1:13PM

Gila


Saat ini, semua terasa memiliki arti.
Bahkan hembusan angin ataupun tetesan air hujan di atas ledeng pun kuberi analogi
Meskipun kadang terasa ganjil dan dipaksakan
Namun aku ingin pembenaran

Biarlah hanya aku yang tahu artinya
Atau mungkin kau juga akan tahu
Tapi tidak saat ini, hanya belum waktunya
Untukmu untuk tahu

‘kumasih ingin merasakan buaian ini
‘kumasih ingin merasakan nikmatnya menyimpan rahasia

Menyimpan rasa canduku akanmu
Bahkan kata-kata ini pun aku tak tahu asalnya dari mana
Mungkin amygdala di otak sedang bereaksi
Membuat segala hal semakin tidak logis
Tapi aku menikmatinya.


tebet, 160112, 00.05AM

Tuesday, January 3, 2012

DESIGN, and i never can't stop loving it!!!

design is an art.
design is a word.
design is a communication.
design is a life.

I have no idea since when I start loving everything about design.I just feel 'a click feeling' when a see something with nonstandard design.
When I say design is art, yeah i feel in every single sketch there's something saying to others which made every people have a glance, and finally enjoy those designs.
Well, is more than art, it's a word!! Even only a line, circle, curve, or the combination. They have meaning on it.
So, design is communication! They are a static things, but they have meaning. They can communicate.
Not only a human can communicate, but also design.
Finally, we can conclude that design is life!! Don't ever think design is something that we can take it for granted.


Jakarta, 3rd of January 2012, 3.54 PM

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.