"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Monday, January 12, 2015

Menagislah bila perlu

Source: Google images

Seringkali kita selalu ingin tampak tegar dan kuat, sehingga memasang senyum palsu seolah menjadi jalan keluarnya. Namun seringkali juga kita lupa bila apa yang ada di alam bawah sadar kita justru menginginkan sebuah ekspresi yang lebih tepat. Kalau marah tunjukkan, kalau senang tersenyumlah, kalau bingung bertanyalah, dan kalau semua terasa berat dan susah disembunyikan menangislah.

Saya adalah orang yang pada dasarnya cengeng, di balik penampakan saya yangseringnya ceplas-ceplos cenderung sarkas dan tak sedikit yang bilang saya ini tegas dan keras hati, saya itu tetaplah manusia yang memiliki emosi. berada pada titik kulminasi, ketika tidak lagi menemukan ekspresi lain, dan alam bawah sadar saya yang berkuasa, saya juga menangis.

Dulu, saya masih ingat waktu kecil, karena memang bandel, seringnya kakak saya yang over-cerewet, ditambah kadang main tangan (masih di batas kewajaran, seperti; mencubit), mata saya langsung merah, panas, dan akhirnya berair. Ketika tanda-tanda itu muncul saya selalu berusaha menutupi muka, atau lari. Namun ada kalanya tanpa ada peringatan air mata menetes lebih cepat dari yang saya kira dan ekspresi mulut serta mimik wajah pun langsung berubah. Di saat itulah, bukannya membuat saya tenang, kakak saya justru menambah dengan kata-kata yang pada intinya membuat saya sadar kalau menangis itu tidak menjawab semua, namun saya justru merasa tersakiti.


Kalau mengingat masa kecil itu saya merasa sepertinya doktrin kakak saya sangat mengena. Saya yang akhirnya selalu bersembunyi saat menangis, saya tak ingin orang lain melihat mata saya berkeringat. Selain itu saya merasa wajah menangis saya tidak keren, saya pernah melihatnya di kaca dan langsung memilih berhenti menangis. Wajah menangis tidak cocok dengan tatapan mata dan senyum saya yang terkadang bengis :D .

Namun, saya sangat menyadari menangis merupakan salah satu dari sekian ribu bentuk ekspresi dari emosi. Maka ketika bisa menangis berarti kita berani jujur akan emosi kita. Saat teman saya bercerita kepada saya masih dengan terisak, saya selalu menyuruhnya untuk menangis terlebih dulu, menangislah sampai kau lelah, karena itu perlu. 

Pernahkah kalian menikmati kelegaan saat selesai menangis? Mungkin kita belum sepenuhnya meluapkan isi hati, namun dengan menangis setidaknya sekian persen emosi yang selama ini tertahan dan kebingungan mencari ekspresi menemukan titik terang. 

Selalu sediakan tisu untuk mereka yang sedang menangis, dan jangan paksa mereka bicara, tunggulah saja, kalau perlu usap punggungnya dengan tulus dan sampaikan bahwa semua akan baik-baik saja.


Salemba, 120115, 11:24AM

3 comments:

  1. bener mbak, setuju sekali. menangis itu perlu. Saya tertohok dg kalimat bahwa menangis adalah bukti kejujuran sebab kadang saya merasa ego terlalu sering menang. stigma yg tertanam terlalu kuat yang memberi simbol bahwa tangisan adalah bukti kelemahan.

    ReplyDelete
  2. bener mbak, setuju sekali. menangis itu perlu. Saya tertohok dg kalimat bahwa menangis adalah bukti kejujuran sebab kadang saya merasa ego terlalu sering menang. stigma yg tertanam terlalu kuat yang memberi simbol bahwa tangisan adalah bukti kelemahan.

    ReplyDelete

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.