Kesetiaan selalu dihianati, atau ia menanti
selamanya untuk sesuatu yang tak pernah dimiliki. Laksmi Pamuntjak
Kalimat dari
novel Amba di atas menjadi pengingat bahwa akan selalu ada dua sisi mata uang.
Ketika seseorang mengelu-elukan kesetiaan maka mungkin penghianatan telah
menusuk dengan kejam.
Lalu novel Amba
yang ada di tangan sementara saya tutup, karena memori bawah sadar sedang
mencoba membuka berkas tentang percakapan saya dengan kawan saya. Waktu itu
masih subuh, seorang kawan terisak menghubungi saya, dia dikhianati lagi. Dan
untuk kesekian kalinya ia berusaha untuk sabar.
Kawan saya
menjelaskan bahwa secara naluri laki-laki memang akan selalu mencari, lalu ia
mengingatkan akan analogi sel sperma dan sel telur sambil tertawa diantara isak
tangis nya. Perempuan ditakdirkan pasif.
Saya lalu
membantah karena analogi itu punya kelemahan, saya mengingatkan bahwa sel telur
mampu memilih sel sperma mana yang berkualitas. Jadi perempuan jelas perempuan
tak sepenuhnya pasif.
Lalu dia mulai
bicara bahwa saya mudah berkata begitu karena saya tak pernah tahu rasanya
menemukan seseorang yang padanya hati kita telah kita percayakan berkhianat. Sakit
namun kita tak tahu apa yang harus diperbuat, terlebih mengingat usia dan komitmen
keseriusan mereka di awal hubungan. Dia berkata, kita tidak bisa seperti
layaknya abege yang langsung melempar
tantrum bahkan melempar hape ketika mendapati adanya obrolan mesra yang bukan
untuk kita. Kita harus memikirkan jauh ke depan, serba salah memang menjadi
perempuan.
Saya
bertanya dengan geram apakah salah menjadi perempuan?. Ia langsung tegas
mengatakan, serba salah itu bukan berarti kita salah. Perasaan setelah
pengkhianatan ini sangat campur aduk, ketika kita ingin menyudahi hubungan itu,
aku tak bisa optimis akan mendapat yang lebih baik, karena itulah laki-laki
diciptakan memang sebagai makhluk pemburu dan akan selalu ada hasil buruan yang
terlihat menggoda. Namun aku masih ingin menjadi rumahnya.
Saya mulai marah
karena dia seolah pasrah, saya bilang kepadanya apakah kamu rela menjadi rumah
tempat ia pulang namun kamu harus menyaksikan ia juga mencari kenyamanan di
persinggahan yang bisa saja ia memang merasa lebih nyaman disana.
Itulah yang aku
takutkan, ketika aku sudah tak bisa menjadi rumah yang nyaman, aku merasa serba
salah. Anggap saja aku masih buta akan cinta, tapi justru aku merasa aku masih
mencoba se realistis mungkin. Sebelum mengakhiri pembicaraan yang tak menemukan
solusi ini dia berpesan pada saya, dia mengingatkan saya untuk berhati-hati
dengan hubungan saya, terlebih ada faktor LDR disana.
Saya hanya mampu
mengiyakan pesannya, dan berdoa dengan sangat kencang di dalam hati agar hal
itu tidak pernah terjadi.
Selama ini saya
berusaha untuk selalu memupuk perasaan saja agar tetap sama, konsisten dan saya
juga berharap kamu pun begitu terhadap perasaanmu. Jarak yang entah kapan bisa
terlipat merapat ini hanya waktu dan kepercayaan yang mampu menjawabnya. Kalau apa
yang dialami kawan saya terjadi pada saya, bisa saja menyalahkan diri sendiri
yang akan saya lakukan atau mungkin justru sebaliknya. Namun saya masih
ingat sebuah pesan yang kamu ucapkan di antara masa-masa sulit kita dulu, – semoga
kamu masih ingat pesan ini – kamu bilang apa yang kita pilih memang sulit,
namun kamu terus berkata untuk bersabar, dan itu yang terus aku lakukan, semoga
juga kamu.
Car, kamu jangan selingkuh ya, biar aku tak
merasakan kebingungan dan tak perlu memikirkan kemungkinan apa yang akan
kulakukan ketika itu terjadi.
Nganjuk, 080115,
11:14AM
0 komentar:
Post a Comment