"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Monday, November 26, 2012

Apa sudah mentok sama yang ini?




Apa yang terbayang bila sekilas membaca judul tersebut? Saya meyakini bahwa pasti masalah perjodohan yang akan terpikir. Karena selanjutnya, memang itu yang akan saya bahas.
Berawal dari obrolan kerjaan dengan teman sejawat (baca: teman kantor) yang membahas kerjaan di weekend, dimana saya harus handle tamu dari sebuah perusahaan dengan mayoritas peserta adalah kaum adam, cowok, laki-laki, pria, atau terserah sebutannya. Saya hanya menanggapi dengan tersenyum, tapi si teman sejawat ini justru nyeletuk, “apa sudah mentok sama yang ini?”.
Well, sebagian orang mungkin tidak mau menanggapi, seperti saya, saya hanya menanggapi dengan senyuman. Meskipun dalam hati dan pikiran saya tidak bisa menganggap remeh pertanyaan itu. Semuanya karena saya punya masalah dengan omongan orang lain, saya kurang begitu suka dengan omongan mereka yang sok tahu tanpa mempedulikan yang sebenarnya dan hanya menggunakan kaca mata pribadi dalam menanggapi sebuah masalah. It does seem so serious rite now, isn’t it?
Dari tanggapan saya yang sangat serius itu sebenarnya tersimpan sebuah penjelasan panjang kali lebar kali tinggi yang ingin saya jelaskan, namun saya kurang yakin teman sejawat saya bakal mampu menerima penjelasan saya. Untuk masalah jodoh, kalau kata kakak saya adalah suatu hal yang tidak bisa digampangkan tapi juga tidak boleh membuat hidup kita semakin sulit, let it flow.
Sebelum saya menemukan sosok pacar yang sampai saat ini saya yakini sebagai jodoh saya, saya ada dalam fase kalau anak jaman sekarang menyebutnya “susah move on”. Saya masih terjebak atau menjebakkan diri ke dalam nostalgia. Namun, ketika saya bertemu dengan lelaki yang satu ini, hati yang lama menutup diri ini secara spontan, tiba-tiba, dan tanpa tedeng aling-aling (aduuh bahasa saya :D ) membiarkannya masuk dan sampai saat ini kita berproses bersama.
Saya merasa mengalami yang disebut cinta itu tidak mempunyai alasa, karena ketika saya ditanya alasannya, saya benar-benar tidak tahu. Saya juga merasa apa yang dikatakan orang-orang kalau mr.right, sosok yang sempurna, itu adalah bagaimana cara kita melihatnya. Jadi, jangan mencari ketidaksempurnaan itu, atau jangan berusaha menemukan yang tidak ada dalam dirinya, namun lebih menerima dan berusaha mengerti, maka bersyukur adalah satu-satunya kunci.
Jika mencari ketidaksempurnaan itu, mudah kok, tapi apakah kita mau ketidaksempurnaan kita juga berusaha ditemukan?. Pasti tidak kan?. Justru ketika menyadari nya maka kenapa tidak berusaha membuat sebuah rencana yang sempurna dibalik ketidaksempurnaan itu? Perfect in imperfection!!
Kembali ke alasan apakah saya sudah mentok atau mungkin menyerah dengan yang saya temui saat ini? jawaban saya tidak, karena saya ingin bersyukur kepada Allah karena justru saya merasa hubungan kita itu akan sempurna pada nantinya. Saya sudah tidak mau lagi mencari yang lebih sempurna (mungkin), tapi apakah benar dia akan lebih sempurna? Itu juga akan menimbulkan pertanyaan “mentok” lagi kan?.
Saat ini saya hanya ingin membuat rencana sempurna tentang pernikahan seperti apa, kehidupan setelah menikah, bagaimana cara mendidik anak, masalah keuangan keluarga, the way we live dan complete each other. Tahap ini yang sedang kami rancang, dan saya merasa pacar saya adalah orang yang tepat untuk berbagi ide tentang rencana-rencana itu.

Kita sama-sama ingin pernikahan yang sederhana.
Kita sama-sama ingin tetap melanjutkan passion kita meski setelah menikah.
Kita sama-sama ingin mendidik anak dengan gaya kita, menggunakan metode cerita, lebih memberikan mereka buku daripada mainan, menuliskan diary mereka dari kecil sehingga ketika besar mereka tahu prosesnya, dan memberikan mereka kebebasan akan passion.
Kita sama-sama ingin live like a movie, with a sudden kiss during daily life. Membayangkannya saja sudah menyenangkan.
Dan kita sama-sama berdoa agar rencana kita sejalan dengan rencana Allah, amiin.

Dari alasanitu, saya kembali lagi bertanya? Apakah dengan rencana yang kami buat masih dikatakan bahwa kita sudah mentok? Atau kalau saya mencari lagi kesempurnaan itu kita akan sama-sama punya rencana yang sedemikian indahnya? Atau kalaupun mencari lagi, bukankah saya harus membuat rencana itu lagi? Bisa lebih baik atau justru merubah semua rencana yang justru akan menghabiskan waktu. Padahal ketika saya mencari lagi, saya atau siapapun tidak akan bisa menjamin kesempurnaan yang tidak mentok itu seperti apa kan?.

Jadi, inilah jawaban saya J.
Menteng, 221112, 5.49PM

0 komentar:

Post a Comment

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.