"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Tuesday, December 17, 2013

Sakit itu efek samping!

Sudahlah, kalau memang merasa sakit, makan, minum obat, dan tidur saja sana!
Mungkin itu yang harusnya saya ucapkan pada diri sendiri kalau lagi merasa tidak sehat. Terbukti hari ini saya merasakan akibatnya.

Mungkin memang karena UAS, namun lebih pada pikiran pribadi, kita yang membuat UAS ini seolah sebuah hal yang besar, pertarungan hidup dan mati seperti perang di perbatasan. Padahal bisa saja saya berspekulasi kalau UAS is just easy peasy lemon squizzy. Just a pice of cake, keciiilll g kayak mikir negara. Tapi, atmosfir di kampus turut membawa nuansa kengerian karena UAS datang.

Jadi, bermula hari rabu, persiapan maksimal untuk presentasi terakhir di semester satu, presentasi Filsafat. Materi yang mengucapkannya saja sudah membuat merinding ini membuat saya menginap di rumah teman saya karena takut dengan “humiliated situation after presentation”. Jadi, dosen filsafat saya ini tidak segan-segan untuk mengatakan presentasi jelek, konten salah atau tidak relevan, dan mungkin paling kasar (yang memang belum pernah terdengan di kelas namun pernah diucapkan di angkatan sebelumnya) kelompok ini bodoh. Bagaimana tidak ngeri pemirsa?. Kamis pagi saya akhirnya merasakan bagaimana itu berperang melawan desakan penumpang Commuter Line menuju Jakarta pagi hari. Karena rumah teman saya memang Depok, jadi saya harus ikut arus mainstream, rela digencet dan menggencet penumpang lain.

Alhamdulillah, presentasi kami dibilang bagus, tapi harus mampu menjawab pertanyaan dosen agar bisa dikatakan memahami materi, dan sepertinya kami yakin bisa menjawabnya. Aura bahagia setelah UAS seketika hilang saat dosen memberikan 11 soal UAS, meskipun beliau mengatakan hanya ada 2 yang keluar saat UAS, tapi tetap saja 11 soal itu seperti satu tim sepak bola yang siap menyerang dang harus kita tackling agar kita menang.

Hari Jumat, saya harus ke Depok ada urusan terkait administrasi dan lain-lain. Jadi, karena program pascasarjana ini berkampus di Salemba Jakarta, urusan surat menyurat tetap harus di Depok. Pergi ke Depok dengan sambil membawa tugas Kommas yang harus dikumpulkan siang hari, dan saya belum selesai, cakep! Semua ini karena Filsafat, dan semua ini karena saya kuliah, dan ini sudah resiko, tanggung jawab lebih tepatnya. Sok bijak, memang!!
Setelah kuliah jumat itu, kami masih betah di kampus apalagi kalau tidak ngobrolin soal MPK, mata kuliah yang absurd, hanya mereka yang juga masuk kategori absurd yang bisa memahaminya, semoga termasuk saya sih, berharap?memang!!

Sabtu yang harusnya saya buat tidur tapi perpus seolah memaksa saya menyambanginya, lagi-lagi diskusi MPK, Metode Penelitian Kuantitaif yang berlangsung sampai sore bahkan malam. Dan mungkin kalau saya disalahkan saya terima tapi saya juga punya alasan kuat, Kiai Kanjeng sedang tampil di TIM, siapa yang kuat akan godaan satu ini?dan terbukti saya rela begadang untuk menyaksikan bagaimana musikalitas Kiai Kanjeng ini memang layak kalau mereka dipuji ketika tampil di tempat Vivaldi, sang maestro itu pernah tampil. Lalu saya melewatkan saja ketika mereka tampil di TIM?tentu tidak!

Akibatnya, minggu seharian saya seperti ayam sayur, lemes ngantuk tak henti-hentinya dan pusing. Paracetamol menjadi teman saya hari minggu itu.

Senin, perang di hari pertama melawan MPK saya rasa saya lalui dengan cukup lancar, semoga hasilnya sesuai ekspektasi saya, paling tidak A- atau A. Berharap lagi. Memang!!

Puncaknya adalah selasa, ketika senin malam saya harus memaksa mata untuk melek mengerjakan paper UAS mata kuliah Teori Sosial. namun, entah kenapa mata tak mau melek bahkan sampai saya lawan dengan mandi di saat shubuh. Jam 8 pagi saya menuju kampus untuk mengumpulkan paper, dan memang sudah berencana untuk ke perpustakaan freedom untuk menambah referensi akan filsafat. Setelah mengumpulkan tugas, saya sarapan dan terasa mual, oh ini kode kalau saya memang sedang tidak sehat. Tapi saya sekali lagi memaksa untuk ke Freedoom, sebelumnya saya mampir ke Indomaret di sekitar Matraman untuk beli antangin, obat segala kondisi (bukan iklan). Saat turun dari Kopaja di depan Freedom saya mencari hp saya, dan nihil. Sampai saya masuk ke toilet freedom untuk mengacak-acak isi tas (karena mengacak-acak di jalan sepertinya terlihat aneh) dan hasilnya kembali nihil. Saya lemas, tapi yang ada saya berusaha mengingat dimana terkahir saya menggunakannya, dan Indomaret menjadi tersangka utama, karena saat memilih makanan saya ingat dengan jelas saya masih menjawab wasap teman saya. Tanpa pikir panjang saya memberhentikan bajaj dan menuju Indomaret tersebut, alhamdulillah hp masih rezeki saya.
Kembali ke freedom dan kembali membaca filsafat dan kembali ke medan perang menghadapi sisa UAS sampai minggu depan.


Pelajaran moralnya adalah; sakit itu efek samping, jadi memang harus dihadapi dan kalau bisa dicegah saja. :)

Menteng, 171213, 08:24 PM 

Sunday, December 8, 2013

Estafet di bulan Maret


Bulan maret saya merasa waktu sangat mepet, semua harus kejar target, mulai dari persiapan tes S2, ekspedisi yang menguras tenaga dan pikiran, serta kerjaan kantor yang gak boleh ketinggalan, karena itu tanggung jawab.

Soal S2, saya pernah cerita di posting dengan judul Februari, ya karena April pertengahan saya harus sudah ikut tes masuk maka maret menjadi bulan persiapan. Mungkin tak begitu banyak persiapan hanya mencari buku tentang tes TPA online, lalu membelinya dan mencoba mengerjakan soal demi soalnya. Dan tes bahasa inggris, di web UI sudah memberikan fasilitas unduh contoh soal tahun lalu. Tidak banyak memang, namun waktunya yang selalu saya rasa kurang. Selalu muncul pertanyaan kenapa hanya 24 jam dalam 1 hari?

Selanjutnya persiapan Ekspedisi, ekspedisi ini bukan jasa pengiriman, namun sebuah proyek besar. Jadi, kantor saya berencana uji adrenalin, kirim para perempuannya ke puncak Kinabalu, ya Kinabalu gunung tertinggi di Pulau Borneo. Dengan rasa sedikit idealis dan maistream ingin mengingat perjuangan Kartini dan Hari Bumi, maka saya dan teman - teman berusaha mewujudkan keinginan itu.

Woman Across Borneo, nama ekspedisi itu, kita bersepeda, masuk gua, sampai muncak gunung selama kurang lebih setengah bulan. Mulai dari Pontianak berakhir di Sabah. sebenarnya sudah dimulai dari bulan Februari, kita diseleksi secara fisik dan mental, digembleng selayaknya tentara, lari keliling taman suropati semaksimal mungkin, bersepeda Bogos - Sukabumi dan tiap minggu pergi ke CFD jadi rutinitas baru. Tubuh seolah beradaptasi, semua terasa kenceng, mudah berkeringat, dan nafsu makan menggila. Akhir maret saya naik gunung untuk pertama kali dan tujuannya adalah Gunung Gede. Lanjut masuk Gua menikmati keindahan perut bumi, kombinasi trekking dan mengalahkan rasa takut gelap.

Maret terasa seperti estafet teman...

Menteng, 081213, 08;22 AM

Saya

My Photo
perempuan yang tak bisa mengerti kemauan diri sendiri

buku tamu

Rekan

Powered by Blogger.